“Politik memang bukan untuk semua orang, apalagi buat kamu yang sukanya hal-hal absolut – semua harus hitam dan putih, dan tidak boleh abu-abu.”
– Timur. Halaman 250.
Perasaan senang nggak bisa aku sembunyikan saat mendapati paket berisi buku ini dua hari yang lalu. Akhirnya, buku pre order (PO) yang aku tunggu-tunggu datang juga!
Well, sejujurnya aku benar-benar penasaran dengan Sophismata.
Ada “janji” yang diumbar saat Alanda Kariza, penulisnya, mempublikasikan buku ini: Bahasan Politik. Aku ingat, ketika pertama kali buku ini muncul, Indonesia lebih tepatnya Jakarta, sedang panas-panasnya membahas Pilkada.
Jadi ada apa sih dengan Sophismata? Kenapa aku pengen banget baca buku ini?
1. Judulnya yang nggak biasa dan asing, bikin penasaran.
Seingatku, saat memutuskan untuk PO buku ini, aku sempat googling tentang arti kata “Sophismata”. Tapi, berhubung lupa, aku googling ulang deh waktu nulis review ini, ehehe.
Ini jawaban dari Wikipedia:
“Sophismata (from the Greek word σόφισμα, 'sophisma', which also gave rise to the related term "sophism") in medieval philosophy are difficult or puzzling sentences presenting difficulties of logical analysis that must be solved.”
Jelasnya, Sophismata berarti sesuatu yang rumit, complicated. Yaaaaa, semacam politik kali, ya. Sesuatu yang rumit dan nggak semua orang bisa pahami.
Hal inilah yang dialami sama Sigi, si tokoh utama. Tiga tahun bekerja sebagai staff Administrasi di DPR RI, nggak bikin dia paham, bahkan tertarik dengan politik. Tapi pertemuannya dengan Timur, seniornya waktu SMA, bikin perspektif Sigi sedikit berubah.
“..Lo tau kan, yang orang tahu soal jabatan gue cuma berbagai headline semacam Staf Cantik Anggota DPR Mengadukan Gelar Doktor Palsu Bosnya Karena Sakit Hati? .... Gue paling nggak suka baca headline seperti itu. Perempuan kan bukan aksesori. Tapi kadang mereka sendiri sih yang membuat seolah-olah perempuan itu cuma aksesori. Gue sih nggak mau, ya.”
—Sigi. Halaman 105
Menurutku, jarang ada bacaan fiksi dari Indonesia yang mengangkat tema semacam ini secara blak-blakan. Mungkin ada, tapi belum aku baca kali, ya. Hihihi.
Politik ini nggak cuma tentang kekuasaan dan kepentingan juga, ya. Sophismata juga mengangkat isu glass ceiling effect dan misogini yang sering dihadapi perempuan yang bekerja. Beberapa kali Sigi dihadapkan oleh komentar nyinyir terhadap perempuan dan betapa bencinya Sigi menghadapi diskriminasi semacam itu. Jadi keinget sama buku Lean In punya Sheryl Sandberg.
“..Tapi bagus juga, ya, kamu belum ada rencana S2. Banyak yang bilang, kalau perempuan terlalu pintar, laki-laki banyak yang tidak mau...”
– Johar. Halaman 260.
Walau temanya politik, novel ini nggak melulu bahas itu kok. Tetep ya ada drama cinta yang jadi bumbu pemanisnya. Siapa lagi kalau bukan kisah kasih antara Sigi dengan Timur.
Ehem, sedikit baper sih lihat dinamika hubungan mereka. Keduanya sama-sama punya passion. Timur dengan dunia politiknya, Sigi dengan dunia baking-nya.
Menarik, enlightening, terutama buat para anak muda yang masih mencari partner hidup.
*Ngomong sama diri sendiri.
“Semua akan baik-baik saja, Gi. Semua hal selalu berakhir baik-baik saja. Kalau belum baik, berarti itu belum akhirnya.”
– Timur kepada Sigi. Halaman 166.
3. Penulisnya: Alanda Kariza.
“...Berbeda itu nggak apa-apa, kan? Nggak harus disama-samain.”
– Sigi. Halaman 108.
Sudah lama aku kagum dengan tulisan-tulisannya Alanda Kariza (secara lepas, di blog dan platform online lainnya). Dan sejujurnya, ini adalah buku pertamanya yang aku baca. Kutipan barusan adalah salah satu yang jadi favoritku dalam buku ini.
Sophismata memberikan perspektif baru buat aku, terutama tentang dunia politik. Bahasa dan alur ceritanya juga mengalir. Bumbu drama dan cinta antara Sigi, si tokoh utama, dengan Timur, kakak kelasnya di SMA, menurutku pas, nggak berlebihan dan menye-menye.
Ah, jadi teringat salah satu review pengantar di back cover Sophismata...
“Politik. Anak muda. Mimpi. Kisah cinta. Apa lagi yang hendak kalian dustakan, wahai millenials? Buku ini diracik dari, tentang, dan untuk kalian. Ambil. Resapi.”
– Salman Aristo.
Seriously, aku ketawa bacanya.
Indeed! Buku ini memang millennials banget. Ya prinsip, ya quarter life crisis, ya cinta juga. Hahaha.
Saranku, jangan berharap lebih soal buku ini (terutama tentang bahasan politik). Karena politik yang dibahas dalam buku ini ringan dan masih dalam tahap permukaan.
Nilai buku ini dari aku:
4,5 dari 5 bintang
Untuk temanya yang menarik dan bahasanya yang sederhana.
With Love,
Nisrina.
*PS: Di akhir Ramadhan ini,
sekalian mau ngucapin, “Mohon maaf lahir dan batin”.
Semoga amalan di bulan suci ini
bisa menjadikan kita pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Aamiin.
"Sophismata" by Alanda Kariza
2017. Gramedia Pustaka Utama.
Thanks review nya, jadi ingin baca juga 😊
ReplyDeleteSama-sama, ya. Semoga bermanfaat! :D
Delete