Tuesday 4 December 2018

Sebuah Tulisan untuk #CatatanPKPP: Tempat Ketiga

“Saya nggak mau kalian ada di sini tapi ilmu yang kalian dapat itu-itu saja.” 
- seorang Psikiater di kelas Matrikulasi Diagnosis Gangguan Jiwa.

Sudah sebulan berlalu sejak pertama kali masuk di tempat praktik ketiga: Rumah Sakit Jiwa. Sudah selesai sih praktiknya, tapi rasa-rasanya sayang kalau kenangan praktik di tempat ketiga ini hanya disimpan dalam ingatan.
*

Bagiku, tempat praktik ketiga ini, semacam sebuah gong untuk mengakhiri rangkaian praktik kerja profesi psikologi.
Satu tempat yang sejak bertahun lalu membuatku penasaran. Sejak dulu, kata psikologi selalu dihubungkan dengan orang dengan gangguan jiwa. Film dan sinetron beberapa kali menunjukkan adegan dengan setting di rumah sakit jiwa. Aku jadi makin ingin masuk ke dalamnya, ingin tahu seperti apa proses di dalamnya.
Keinginanku untuk masuk ke tempat ini memang hanya berdasarkan rasa penasaran. Bayangkan saja, selama 5 tahun melewati tempat ini dalam perjalanan dari dan menuju Jogja. Walau kenyataannya, tidak semua hal sesuai dengan apa yang aku bayangkan, aku cukup senang bisa mendapatkan pengalaman kali ini.
*

Kami berdelapan belas.
Tempat praktik pertama, puskesmas, hanya menyisakan aku dan diriku sendiri sebagai praktikan di sana. Tempat kedua membuatku cukup tenang dan tidak lagi sendirian sebab ada delapan orang lainnya yang menemani prosesku. Tapi tempat ketiga ini terasa lebih ramai, delapan belas orang.
Berdinamika dengan banyak orang bukan hal yang mudah. Aku sudah menduga sekaligus mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ya memang apa yang ada dibayanganku terjadi: ada perbedaan pendapat, pergesekan; semua masih dalam batas wajar. Sejauh yang aku rasakan, kehadiran mereka justru membuatku tidak lagi sendirian menjalani tantangan di tempat asing ini.
*

Jogja-Magelang naik motor.
Satu pencapaian yang aku dapatkan selama berproses di tempat ketiga ini adalah mengalahkan ketakutan bertemu dengan bis dan truk di jalan antarkota-antarprovinsi. Dengan naik motor. Untuk beberapa orang, Jogja-Magelang itu “belum seberapa”. Tapi buatku yang penakut, Jogja-Magelang adalah sesuatu yang “luar biasa”.
Aku dapat bertahan dalam perjalanan 60 menit bolak-balik (lebih dari tiga kali) dengan naik motor?
Wow!
*

Mengumpulkan potongan puzzle kehidupan seseorang bukan hal yang mudah.
Apalagi orang yang dihadapi bukan orang yang masih kontak dengan realita. Aku perlu berusaha tiga kali lebih banyak daripada yang biasa aku lakukan untuk membuka pembicaraan dan melakukan terapi dengan orang “biasa”.
Semua hal menjadi lebih kompleks. Hidup dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa tentu bukan hal yang mudah. Ada perasaan lelah, kesal, bingung, sekaligus malu. Di Indonesia, stigma, alias penilaian masyarakat tentang orang yang mengalami gangguan jiwa masih kuat.
*

Aku pernah menulis di Twitter:

“Kedisiplinan, menghargai satu sama lain, dan tanggung jawab adalah tiga hal utama yang aku dapatkan dari proses satu bulan berada di tempat ketiga.”

Di tempat ketiga ini aku mengalami interaksi langsung dengan orang-orang dari profesi dan pendidikan yang berbeda. Tidak sesederhana seperti di Puskesmas. Semua lebih kompleks, lebih membutuhkan banyak penyesuaian bagiku yang masih sesuka hati. Tapi secara umum, aku sangat-sangat belajar dari tempat ketiga ini.

Apakah kelak aku akan kembali?


No comments:

Post a Comment

What's your opinion after reading this post?