Sunday 14 June 2015

Book Review: Koala Kumal

Cie sok serius dan sok candid

"Setiap orang pasti akan mengalami patah hati yang mengubah cara pandangnya dia terhadap cinta seumur hidupnya. Cara dia ngelihat cinta akan berbeda semenjak patah hati itu.”
– Patah Hati Terhebat, halaman 207.

Sebelum memulai untuk menuliskan blogpost tentang buku ini, aku iseng bacain review yang ada di goodreads. Daaan... baaam! Aku nemuin satu tulisan yang pas banget buat menggambarkan bagaimana aku memandang buku ini:
“Lucu Raditya Dika di Koala Kumal malah jauh lebih membuat orang berpikir dan merenung.”

Yep.

Seingetku, ini adalah buku komedi ketujuh dari Raditya Dika. Perlu digarisbawahi dan diingat bahwa buku ini adalah buku komedi. Yang pasti....harapannya adalah kamu nggak akan berhenti tertawa sampai halaman terakhir.
Nyatanya?
Cuma ada satu bab yang sukses bikin aku ketawa-ngakak-tanpa-sadar:
Lebih Seram Dari Jurit Malam.
Sosok pocong mendatangi kami sambil menggelengkan kepalanya. Pocong tersebut bilang, “Nikolas, Dika. Kalian berdua bikin malu.”

Ternyata, itu adalah teman kami sendiri yang jadi pocong untuk menakut-nakuti anak kelas satu. 
- Halaman  181. 

FYI, ini adalah bab kesembilan dari sebelas dalam buku ini. Which is....where’s the other part of comedy?
I don’t know.

Well, bukan berarti buku ini sepenuhnya mengecewakan.
Aku tetep suka dengan isi dan tema yang diusung Dika (dih, sok kenal) dalam Koala Kumal. Patah Hati dan hal-hal yang berkaitan tentang itu. Buku ini berhasil membawa aku bernostalgia dengan perasaanku sendiri. Bagaimana dulu aku pernah mengalami patah hati hebat yang...yaaa, benar seperti kutipan di awal, berhasil membuatku berubah.

“Dika, kamu tahu nggak istilah Mama untuk orang yang sudah pernah merasakan patah hati?”

“Apa Ma?”

Nyokap menatap mata gue, lalu bilang, “Dewasa.”

– Koala Kumal, halaman 247.

Satu hal yang harus aku acungi jempol dari Dika: dia berhasil membuatku menulis postingan ini! Sudah sebulan lebih aku tidak mengetik apapun di blog. Selain karena ke-sok-sibukanku di kampus semacam magang, persiapan KKN, dan tugas perkuliahan. *curhat sedikit, hahaha*

Semoga nggak terlalu terlambat ya untuk bikin review tentang buku ini. Aku sendiri nggak nyangka bakal baca buku Raditya Dika lagi setelah....reading list punyaku berubah. Maksudku, buku ini bukan menjadi buku utama yang akan aku beli (dan baca) kalau masih ada pilihan lain.
Oke, abaikan ya, feel yang aku bikin di awal tulisan ini udah mellow-yellow dan aku nggak mau ini berubah ke curhat tentang buku-yang-dihindari-nisrina-setelah-sok-belajar-sastra.

Ada tujuh buku Raditya Dika di rak buku keluarga: Kambing Jantan, dua seri komik Kambing Jantan, Babi Ngesot, Cinta Brontosaurus, Marmut Merah Jambu, dan Tolong, Radith Membuat Saya Gila! Kesemuanya dibeli karena keinginanku sendiri.
Dan buku kedelapan tentang Raditya Dika ini, Koala Kumal, dibeli oleh adikku, yang begitu semangat untuk membaca dan menyuruhku untuk ikut membacanya.

Time flies, isn’t it?

Dari aku yang tergila-gila dengan tulisan Raditya Dika, sekarang adikku yang terpaut delapan tahun lebih muda juga menjadi penggemar tulisannya.
Tahun 2008 lalu aku memutuskan untuk membeli Kambing Jantan. Aku ingat sekali, sejak kalimat pembuka sampai di lembar biodata penulis, aku tidak berhenti tertawa.  Koala Kumal berhasil membuatku bernostalgia dengan komedi Raditya Dika (dan bagaimana aku jatuh cinta pada tulisannya).

Hasilnya?

Kambing Jantan tetap yang terbaik!
3 of 5 stars!

xoxo, 
Nisrina

About the book
"Koala Kumal" by Raditya Dika
Date published: 2015 (Cetakan keempat)
Publisher: GagasMedia

No comments:

Post a Comment

What's your opinion after reading this post?